Peningkatan Indikator Kinerja Utama Program Studi Melalui Implementasi Pembelajaran Kolaboratif dan Riset Inovasi

Dalam rangka kegiatan Hibah Pengembangan Divisi IPB Tahun 2024, Divisi Kapal, Alat dan Transportasi Perikanan (Divisi KAT), menyelenggarakan kegiatan Workshop Pembelajaran Kolaboratif dan Riset Inovasi yang diselenggarakan di Hotel Sahira, Sabtu 14 september 2024.  Workshop dihadiri oleh seluruh anggota Divisi KAT, sebanyak 14 orang.  Workshop dibuka oleh Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) FPIK IPB, Prof Dr Eko Sri Wiyono, MSi. Dalam sambutannya, Prof Eko menyampaikan bahwa IPB menerapkan pembelajaran kolaboratif dalam bentuk Problem Base Learning (PBL) dan Project Base Learning (PjBL).  Penerapan pembelajaran PBL atau PjBL juga menjadi salah satu Indikator Kinerja Utama  (IKU ) yaitu IKU 7, yang harus dicapai oleh setiap program studi.

Workshop menghadirkan 2 narasumber.  Narasumber pertama adalah Prof Dr Asep Supena, M.Psi.  Prof Asep adalah staf pengajar dari Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta.  Prof Asep menyampaikan bahwa pembelajaran abad-21 mengusung 4C: Critical thinking, Communication, Creative thinking, dan Collaboration.  Sehingga penerapan metode pembelajaran kolaboratif berupa Problem Base Learning (PBL) dan Project Base Learning (PjPL) merupakan salah satu metode yang efektif untuk mencapai 4C bagi lulusan.  Komponen utama dalam penerapan PBL ataupun PjBL adalah keberadaan Rencana Pembelajaran Semester (RPS), bahan ajar, media ajar dan instrument penilaian.

Narasumber kedua adalah Dr Roza Yusfiandayani, SPi, MSi, staf pengajar dari Departemen PSP FPIK IPB dan sekaligus sebagai Wakil Kepala Tani dan Nelayan Center.  Dr Roza menyampaikan materi terkait “Tips and Trick Pembuatan  Proposal Penelitian”.  Hal utama dalam penyusunan dan pengajuan proposal penelitian adalah ketepatan dalam memilih skema penelitian dan mematuhi syarat administrasi yang ditetapkan.

Workshop diakhiri dengan diskusi internal antar anggota Divisi KAT dalam upaya revisi mata kuliah yang akan menerapkan pembelajaran kolaboratif dengan metode PBL ataupun PjBL serta penyusunan proposal penelitian divisi KAT.

AHLI KAPAL PERIKANAN DEPARTEMEN PSP FPIK IPB MENGKRITISI KEBIJAKAN PENANGKAPAN IKAN TERUKUR

Penulis : Tri Wiji Nurani

Bogor, (03/08/2024) – Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) FPIK IPB, berkolaborasi dengan Forum Kemitraan Konsorsium Perikanan Tangkap (FK2PT), menyelenggarakan serial diskusi dalam rangka memberikan kontribusi pemikiran terkait dengan rencana implementasi kebijakan penangkapan ikan terukur. Diskusi kali ini mengangkat sub-tema “Kebijakan Pengaturan Kapal Perikanan dan Awak Kapal Perikanan”. Acara diselenggarakan secara online melalui Zoom dan disiarkan langsung di YouTube Departemen PSP, dengan dihadiri lebih dari 90 peserta. Dr. Budhi Hascaryo Iskandar Dosen Departemen PSP yang merupakan ahli kapal perikanan sebagai narasumber, dengan fasilitator Dr. Maman Hermawan Dosen Poltek AUP Jakarta.

Diskusi dibuka oleh Dr. Agus Suherman selaku Ketua FK2PT, yang menjelaskan bahwa fokus diskusi kali ini adalah aspek kapal dan awak kapal, setelah pada diskusi sebelumnya berfokus pada infrastruktur dan sumber daya ikan. “Pada tahun 2023, tahap awal implementasi penangkapan ikan terukur, jumlah kapal berizin pusat meningkat dari 6.000 menjadi 14.000 kapal,” ungkap Dr. Agus. Beliau juga menekankan pentingnya standar keselamatan dan keterampilan melaut yang lebih baik untuk nelayan dan awak kapal.

Dr. Budhi, selaku narasumber, memaparkan bahwa diskusi berfokus pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 tentang penangkapan ikan terukur dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 28 Tahun 2023 tentang pelaksanaan penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Regulasi tersebut mengatur tentang awak kapal, meskipun belum terlalu detail. Regulasi ini mewajibkan nakhoda, perwira, dan anak buah kapal berwarga negara Indonesia, guna membatasi tenaga kerja asing dan memaksimalkan sumber daya manusia lokal.

Dalam sesi diskusi, salah seorang peserta menyampaikan keprihatinannya terkait pengukuran GT kapal yang tidak konsisten, sehingga mempengaruhi pendapatan daerah dari biaya tambat dan labuh kapal. Narasumber menanggapi bahwa pengukuran yang terukur dalam penangkapan ikan seharusnya mencakup semua aspek, bukan hanya pembagian kuota. Saat ini, ukuran kapal diukur berdasarkan bobot kotor (gross tonnage atau GT), tetapi ini sering kali menimbulkan bias. Negara-negara maju mulai beralih menggunakan ukuran panjang kapal, karena lebih mudah diukur. Pengukuran panjang ini memudahkan proses pengaturan seperti tambat labuh yang tinggal menyesuaikan panjang kapal. Namun, di Indonesia, sistem pengukuran masih bercampur antara menggunakan panjang untuk beberapa hal dan GT untuk lainnya.

Sebagai penutup, Prof. Tri Wiji, selaku pengarah acara, menambahkan bahwa implementasi kebijakan tidak dapat dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia karena hal tersebut akan menghadapi banyak resistensi. Oleh karena itu, kebijakan perlu diterapkan secara bertahap, misalnya dalam satu zona atau komoditas tertentu terlebih dahulu. Pendekatan ini akan lebih efektif dibandingkan dengan penerapan secara langsung untuk seluruh Indonesia.

1 2 3 4 44