Dosen IPB Sharing Dampak dan Kebijakan Pengelolaan ALDFG di Laut Arafura

Makassar, 2 Oktober 2025. Laut Arafura adalah salah satu wilayah penangkapan ikan yang paling produktif di Indonesia. Namun, meskipun memiliki potensi sumber daya perikanan yang melimpah, daerah ini juga menghadapi masalah serius dengan Alat Tangkap Ikan yang Terabaikan, Hilang, dan Dibuang (ALDFG). Masalah ALDFG adalah masalah ekosistem laut dan menimbulkan masalah sosial dan ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Arafura and Timor Seas Ecosystem Action (ATSEA) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menanggapi masalah ini dengan menyelenggarakan lokakarya bertajuk Lokakarya Perencanaan Strategis tentang Pengelolaan ALDFG, yang diadakan dari 30 September hingga 2 Oktober 2025, di Hotel Hyatt Palace di Makassar. Tujuan dari lokakarya ini adalah untuk mengidentifikasi isu-isu, dampak, dan merumuskan strategi pengelolaan ALDFG secara efektif dan berkelanjutan. 47 peserta dari berbagai institusi menghadiri lokakarya, termasuk KKP, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPT), Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) provinsi Maluku, Papua Tengah, Papua Selatan, dan perwakilan dari LSM, akademisi, dan nelayan lokal. Keberagaman pemangku kepentingan menunjukkan banyak kolaborasi dalam menghadapi isu ALDFG yang kompleks dan lintas sektor. Sebagai inisiatif regional, ATSEA yang berperan sebagai inisiatif, terus melaksanakan kegiatan strategis yang bertujuan untuk mengurangi sampah laut, termasuk ALDFG, di Laut Arafura.

Salah satu sesi paparan dari Dr. Mochammad Riyanto, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, yang menjadi pembicara utama. Dr. Riyanto memaparkan hasil penelitian survei ALDFG yang telah dilakukan di wilayah Merauke dan Dobo Laut Arafura. “ALDFG bukan hanya masalah teknis perikanan, tetapi juga menyangkut aspek ekologi, sosial, dan ekonomi. Di Merauke dan Dobo, kami menemukan berbagai jenis alat tangkap yang hilang atau dibuang, mulai dari jaring insang hingga perangkap ikan. Ini berdampak pada penurunan populasi ikan, kerusakan habitat, dan bahkan konflik antar nelayan,” ujar Dr. Riyanto. Ia juga menekankan pentingnya pendekatan berbasis data dalam merumuskan kebijakan pengelolaan ALDFG. Menurutnya, survei lapangan dan pelibatan masyarakat lokal menjadi kunci dalam memahami dinamika ALDFG secara lebih komprehensif. Dalam diskusi kelompok, peserta lokakarya mengidentifikasi berbagai dampak ALDFG. Secara lingkungan, ALDFG dapat menyebabkan ghost fishing atau penangkapan ikan secara tidak sengaja oleh alat tangkap yang tidak lagi dikendalikan manusia. Hal ini mengancam keberlanjutan stok ikan dan merusak ekosistem laut seperti terumbu karang dan padang lamun. Dari sisi sosial, keberadaan ALDFG dapat memicu konflik antar nelayan, terutama ketika alat tangkap yang hilang merusak alat tangkap milik nelayan lain. Sementara itu, secara ekonomi, nelayan harus menanggung kerugian akibat kehilangan alat tangkap dan penurunan hasil tangkapan. Dari lokakarya ini, beberapa rekomendasi strategis dihasilkan seperti penguatan regulasi pelaporan dan penanganan ALDFG, peningkatan kapasitas nelayan untuk menggunakan alat tangkap ramah lingkungan dan mudah dilacak, pengembangan sistem informasi dan database ALDFG di Laut Arafura, serta kolaborasi pemerintah, akademisi, LSM, dan masyarakat pesisir. ATSEA dan KKP berupaya menindaklanjuti kongres ini mencakup rencana aksi nasional dan regional yang lebih terintegrasi. Pada wilayah perikanan lainnya di Indonesia, diharapkan strategi ini dapat menjadi model pengelolaan ALDFG. Kegiatan lokakarya ini menjadi momentum penting dalam upaya pengelolaan ALDFG di Indonesia, khususnya di wilayah Laut Arafura. Kolaborasi banyak pihak dan dukungan ilmiah dari akademisi diharapkan perumusan yang didapat dapat memberi dampak positif terhadap kelestarian laut serta perpaduan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Empat Profesor FPIK IPB Bogor Melakukan Kegiatan Dospulkam di Desa Beriga Kabupaten Bangka Tengah.

Bangka Tengah – Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program Dosen Pulang Kampung kembali menghadirkan inovasi teknologi tepat guna bagi masyarakat pesisir. Kali ini, tim peneliti IPB bersama Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah melaksanakan bimbingan teknis (bimtek) untuk nelayan Desa Batu Beriga, Kecamatan Lubuk Besar, pada 5–6 Agustus 2025.

Kegiatan dibuka langsung oleh Bupati Bangka Tengah, Algafry Rahman, dan dihadiri oleh Kepala Bappeda Litbang Bangka Tengah, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Bangka Tengah, serta jajaran perangkat daerah terkait. Tim Dospulkan FPIK IPB yang hadir, adalah Prof. Mohammad Imron,  Prof. Mulyono, Prof. Sugeng Hari Wisudo dan Prof. Uju

Prof. Mohammad Imron selaku ketua tim menjelaskan, kegiatan ini tidak hanya fokus pada peningkatan produktivitas nelayan melalui teknologi, tetapi juga pengolahan hasil perikanan untuk peningkatan nilai tambah. “Hari ini kita memperkenalkan, mesin pendingin portable berbasis panel surya, atraktor cumi serta echosounder dan fishfinder untuk mendeteksi kelompok ikan di laut. Selain itu, ada pelatihan pengolahan berbahan dasar ikan untuk dibagikan ke anak-anak PAUD, serta pelatihan packaging bumbu lempah kuning khas Bangka,” jelasnya.

Teknologi yang Diperkenalkan

Salah satu inovasi yang menarik perhatian adalah Coolbox pendingin portable dengan panel surya sebagai sumber listriknya, yang dapat menggantikan es batu. Alat ini menggunakan beberapa elemen seperti kompresor, kondensor, inverter,  aki, coolbox dan panel surya sebagai sumber energi, dll, mampu bertahan hingga 10 jam, dengan biaya pembuatan Rp7–8 juta. Perangkat ini dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan nelayan.

Selain itu, diperkenalkan juga tentang atraktor cumi yang telah diuji coba di beberapa daerah pesisir diperkenalkan untuk meningkatkan hasil tangkapan cumi. Teknologi echosounder juga dipaparkan sebagai alat untuk mendeteksi keberadaan ikan di kedalaman laut, sehingga memudahkan nelayan menentukan lokasi tangkap yang efektif.

Dukungan Pemerintah dan Manfaat Bagi Nelayan

Bupati Bangka Tengah, Algafry Rahman, mengapresiasi langkah IPB yang membawa teknologi dan pengetahuan baru ke daerahnya. “Program ini menjadi peluang emas bagi nelayan kita untuk meningkatkan hasil tangkap dan kesejahteraan. Kehadiran para profesor ini adalah bukti nyata kepedulian mereka terhadap masyarakat pesisir,” ujarnya.

Pada kesempatan ini, pemerintah juga menyerahkan bantuan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan kepada 100 nelayan Desa Batu Beriga, serta bantuan alat Garmin Fishfinder dari Tim Garmin Marine kepada Koperasi Nelayan setempat.

Pelatihan Olahan dan Edukasi Gizi

Tidak hanya berfokus pada teknologi tangkap, tim IPB juga memberikan pelatihan pengolahan ikan menjadi berbagai produk olahan bergizi yang dibagikan kepada anak-anak PAUD di Batu Beriga. Selain itu, mereka mengajarkan teknik pengemasan bumbu lempah kuning khas Bangka untuk memperluas peluang pemasaran. Dengan kombinasi teknologi penangkapan modern dan inovasi pengolahan hasil laut, diharapkan nelayan Batu Beriga mampu meningkatkan produktivitas, nilai tambah produk, dan kesejahteraan keluarga.

1 2 3 27